Menyapih adalah tentang kesiapan diri

Banyak orang yang keheranan dengan apa yang saya perbuat. Saya masih menyusui Adya yang sekarang berumur 2.5 tahun. Bahkan kerap muncul pertanyaan apakah ASI saya masih baik dan layak di komsumsi oleh Adya.

Sejujurnya untuk saya, menyapih bukanlah hal yang mudah. Saya harus bekerja dan meninggalkan Adya selama kurang lebih 8 jam. Dalam kurun waktu itu, saya memang jarang menghubungi rumah. Bukan karena saya abai, namun ini salah satu cara saya agar saya tidak “mewek” di kantor. Terlebih ketika sekarang Adya sudah bisa memprotes saya yang berangkat bekerja. Rasanya hati saya tidak karuan mendengar tangisannya atau permintaannya agar saya pulang saat itu juga. Maka momen menyusui secara langsung setibanya di rumah membuat hati saya nyaman dan senang. Ada perasaan damai disana, meski terkadang saya juga acapkali kesal karena Adya meminta menyusui terus-menerus ketika letih mendera sepulang kerja.

Kembali tentang saya yang belum menyapih, mungkin saya juga yang tidak siap untuk menyapih Adya, sejujurnya saya ingin sekali menyapih Adya dengan metode WWL (Weaning With Love) atau Menyapih Dengan Cinta. Saya ingin proses menyapih tidak meyakiti saya ataupun Adya. Prosesnya mungkin panjang, namun sejauh ini saya masih sabar menjalaninya.

Saya memang belum terlalu siap dalam hal menyapih. Saya mungkin perlu belajar melepaskan diri dari nyamannya menyusui secara langsung, perlu membesarkan hati dan menerima bahwa ini adalah saat yang tepat Adya disapih. Perlahan-lahan saya sedang berusaha melepaskan diri dari menyusui. Saya juga sedang melakukan afirmasi kepada Adya, meski sering di tolak dan Adya tetap kembali menyusu langsung.