Menjaga Kewarasan Melalui Tidur
Saya
ini dikenal orang yang mudah tidur. Ketika berkendaraan, orang tua saya hafal
benar bahwa saya bisa tertidur begitu masuk dan bisa menghabiskan separuh
perjalanan dengan tidur. Waktu tidur menjadi sebuah waktu berharga yang tidak
mungkin saya lewatkan. Ketika masa sekolah yang penuh dengan kegiatan, saya
selalu menyempatkan diri untuk sebentar terlelap meski hanya 15 menit.
Ketika
saya merantau, saya harus dihadapkan dengan kejamnya transportasi umum di
Jakarta. Saya yang harus menempuh perjalanan lebih dari 60 menit, mesti pintar
memgatur waktu agar stamina tetap bugar saat bekerja. Maka pilihan saya adalah
tidur di kendaraan. Jangan byangkan nyamannya taxi, saya harus menempuh
perjalanan panjang dari Depok ke Jakarta Pusat dengan angkutan umum. Saya harus
berangkat pagi setelah subuh demi menghindari macet menggunakan omprengan. Iya,
omprengan adalah istilah untuk mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut
orang. Tariff perjalanan dengan menggunakan omprengan tentu saja berbeda. Kami
harus membyara berdasarkan tingkat kenyamanan yang kami gunakan, sebagai contoh
apabila duduk di bangku sebelah supir, maka tarifnya bisa mencapai Rp. 25.000 sedangkan
pada kursi yang paling belakang dengan berhimpitan kami membyara Rp. 10.000 per
orang. Di dalam omprengan saya bisa sedikit melanjutkan tidur pagi.
Lain
halnya dengan jam pulang kerja, saya harus menggunakan moda transportasi bis
umum dan disambung dengan angkutan umum. Disini sebagai tukang tidur, saya
sering dihadapkan dengan kenyataan harus berlari tepat setelah saya bangun karena
bis umum mals mengantarkan penumpang ke tujuan sehingga harus dialihkan ke bis
lain.
Maka ketika saya memutuskan untuk menyewa
kamar di dekat kantor, menjadi sebuah kenikmatan besar. Bisa bangun siang dan
tidur cukup. Saya bisa menonton drama Korea kesukaan saya tanpa menganggu waktu
tidur saya.
Saat
saya menikah, saya kemudian memutuskan salah satu syarat memiliki rumah adalah
dekat dan dilalui oleh KRL. Hal yang menjadi pertimbangan saya karena KRL
menjadi sebuah pilihan yang paling masuk akal saat ini. Saya dapat menghemat
banyak watu dan biaya bila menggunakan KRL. Ketika beruntung bahkan saya bisa
duduk dengan nyaman dan sesekali mencuri waktu tidur di KRL selama 30 menit.
Selepas
saya memiliki anak, hal yang membuat baby blues saya semakin parah adalah
kurangnya waktu tidur. Disamping karena belum terarturnya jam tidur anak,
keadaan ini semakin diperparah dengan mitos tidak boleh tidur siang sebelum
waktu dzuhur. Maka emosi saya sangat terpengaruh dengan keadaan fisik saya yang
melelahkan.
Drama
ini semakin berlanjut ketika saya masuk kerja. Sebulan pertama saat saya masuk
bekerja, demam hampir selalu menghampiri. Betapa seringnya saya ke dokter untuk
memeriksakan diri saya. Yang ada jawaban dokter hanya saya yang kelelahan. Demi
waktu tidur yang berharga saya bahkan sampai harus memaksa anak saya tidur
sebelum jam 08.00 malam. Saya mencobanya dengan terus mengayun-ayunkannya
hingga terlelap.
Frustasi? Tentu saja. Saya sungguh cukup lama berdamai dengan waktu tidur yang kurang. Semakin anak
besar memang jam tidurnya menjadi lebih teratur, malam hari juga hanya bangun
sesekali. Namun sungguh itu bukan hal yang mudah untuk saya jika kurang tidur.
Komentar
Posting Komentar